Menilik Ketentuan Hukum Harta Gono Gini dan Pembagiannya
Kasus sengketa harta gono gini kerap menghiasi pemberitaan, terutama yang melibatkan tokoh masyarakat. Baik itu pejabat publik hingga selebritas, tak sedikit yang terlibat perseteruan panjang soal pembagian harta setelah perceraian. Masalah yang membuatnya panjang bisa berupa kekayaan milik masing-masing suami dan istri sebelum pernikahan. Bisa juga karena ketika salah satu pasangan yang bekerja, maka merasa berhak mendapat bagian lebih. Selain penyebab tersebut, masih banyak alasan yang membuat persoalan ini begitu rumit dan berlarut-larut. Untuk memahaminya, mari kita telusuri bersama menurut hukum perdata dan hukum Islam di Indonesia. Sekilas Tentang Apa Itu Harta Gono Gini Menurut KBBI, gana-gini yang merupakan sebutan dari gono gini dalam pembagian harta, adalah harta yang terkumpul selama menjalani rumah tangga. Harta tersebutlah yang menjadi hak suami serta istri berdua. Sedangkan, dalam Pasal 35 UU Perkawinan, tidak ada penjelasan secara eksplisit tentang gono gini, melainkan menggunakan istilah harta bersama. Dalam UU tersebut, apabila terjadi putus perkawinan, harta bersama akan diatur sesuai hukumnya masing-masing. Hukum yang jadi acuan adalah hukum agama, hukum adat, maupun hukum lainnya. Dalam praktiknya, harta bersama pembagiannya mengacu pada hukum perdata dan hukum Islam. Yang mana hukum akan digunakan, tergantung dengan kepercayaan dari suami dan istri. Memahami Harta Gono Gini dalam Hukum Perdata Pembagian harta bersama pasca perceraian memang cukup rumit, karena masih banyak yang salah paham dengan konteks harta suami istri. Lebih mudah pembagiannya jika sebelum menikah, pasangan melakukan perjanjian pra nikah. Dalam perjanjian tersebut biasanya tertulis masalah pembagian harta apabila pasangan melangsungkan perceraian. Dalam hukum perdata, mengajukan pembagian harta ini tidak bisa sekaligus ketika mengajukan gugatan cerai. Masing-masing gugatan berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 913 K/Sip/1982, yang menyatakan ‘Gugatan mengenai perceraian tidak dapat digabungkan dengan gugatan harta benda perkawinan’. Untuk mengetahui apakah warisan termasuk harta gono-gini dan seperti apa pembagiannya, maka harus merujuk pada UU Perkawinan. Dalam UU ini ada dua jenis harta yang berbeda: 1. Harta Bersama Yang dimaksud dengan harta bersama adalah harta yang didapatkan selama perkawinan berlangsung. Harta inilah yang terkenal dengan istilah harta gono gini. 2. Harta Bawaan Merupakan harta yang dimiliki sebelum melangsungkan pernikahan atau harta pribadi. Misalnya, uang yang terkumpul sebelum menikah, warisan, atau hadiah. Merujuk dari penjelasan ini, maka sangat jelas bahwa harta bersama pembagiannya adalah setelah melakukan perceraian. Jika suami istri mendapatkan warisan sebelum pernikahan maka tidak akan ikuti dalam gono gini. Pembagian Harta Bersama sesuai Hukum Perdata Lalu, bagaimana dengan pembagiannya? Meskipun harta gono-gini atas nama istri maupun suami, pembagiannya tetaplah sama rata. Hal ini merujuk pada Pasal 97 UU Perkawinan dan Putusan MA No. 1448K/Sip/1974 yang berisi: ‘Sejak berlakunya UU Perkawinan tentang perkawinan sebagai hukum positif, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara mantan suami istri’. Ada dua cara untuk bisa membagi harta bersama usai bercerai. Pertama adalah menghadap notaris untuk membuat Akta Pembagian Harta Bersama. Cara pertama ini akan lebih mudah jika keduanya telah memiliki perjanjian pra nikah atau perjanjian perkawinan sebelumnya. Pembagian harta bersama akan lebih cepat dan mudah. Kedua, salah satu pihak mengajukan gugatan pembagian harta bersama ke Pengadilan Negeri. Pengajuannya bisa ke Pengadilan Negeri sesuai alamat tinggal tergugat. Ketentuan Harta Gono-Gini dalam Islam Dalam perspektif hukum Islam, pengertian harta gono gini hingga pembagiannya tidak jauh berbeda dengan hukum perdata. Ada tiga jenis harta dalam perkawinan yang terbagi menjadi: 1. Harta Bawaan Harta ini merupakan harta milik suami atau istri sebelum melakukan pernikahan. Asalnya bisa berupa warisan, hibah, atau usaha sendiri-sendiri. 2. Harta Masing-masing Setelah perkawinan, suami istri mungkin saja memiliki harta dari wasiat, warisan, hibah, yang bukan dari usaha mereka. 3. Harta Pencaharian Merupakan harta yang asalnya dari upaya kerja dari suami maupun istri, atau bekerja bersama berdua. Misalnya, suami yang memberi nafkah dan istri menabung, itu merupakan harta pencaharian. Setelah mengenali arti jenis harta dalam setiap pernikahan, maka akan lebih mudah untuk menjelaskan bagaimana pembagiannya. Dengan begitu, dapat meminimalisir masalah sengketa hingga ke pengadilan. Pembagian Harta Pasca Perceraian dalam Islam Masih banyak yang belum tahu seperti apa ketentuan pembagian harta gono-gini dalam Islam. Pembagiannya sendiri mengacu pada Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam hukum tersebut dijelaskan, ketika perkawinan putus karena perceraian atau kematian, maka suami atau istri akan mendapat setengah dari harta masing-masing dan harta pencaharian. Selain merujuk ketentuan hukum tersebut, dalam Islam pembagian juga bisa berdasarkan musyawarah kedua belah pihak. Dengan musyawarah, harapannya masing-masing pihak mencapai kesepakatan dan juga kerelaan. Cara musyawarah ini bahkan lebih baik dan juga sah, sehingga tidak perlu sampai menunggu putusan pengadilan agama. Baik itu kesepakatan mendapat setengah-setengah bagian maupun ketentuan tertentu. Bagaimana Pembagian Harta Gono-Gini jika Istri Menggugat Cerai? Tidak sedikit yang bertanya-tanya tentang harta gono-gini ketika istri yang menggugat cerai suaminya. Sesuai dengan ketentuan UU Perkawinan, istri akan tetap mendapatkan harta bersama selama pernikahan yang jumlahnya setengah. Kecuali, jika istri dan suami telah melakukan perjanjian perkawinan yang mengatur pembagian harta bersama. Maka, pembagiannya akan mengacu pada isi perjanjian perkawinan tersebut. Hal yang sama juga berlaku dalam hukum Islam, istri akan tetap mendapatkan harta gono gini. Selain itu, istri juga akan mendapatkan hak berupa: 1. Nafkah Madhiyah Istri bisa mengajukan nafkah madhiyah, yaitu nafkah yang tidak ditunaikan suami pada masa lalu. Tuntutan ini akan berlaku ketika suami mengajukan cerai talak dengan gugatan rekonvensi. 2. Nafkah Iddah Ketika masa iddah, atau waktu tunggu proses perceraian, istri juga akan mendapatkan nafkah iddah. 3. Nafkah Mut'ah Mantan suami juga perlu memberikan nafkah mut'ah ketika baru saja bercerai. Nafkah ini bertujuan untuk menghilangkan pilu mantan istri karena perceraian. Namun, jika istri yang mengajukan gugatan, biasanya nafkah mut'ah kerap kali dianggap tidak berlaku. 4. Nafkah Anak Merupakan bentuk kewajiban ayah kepada anaknya, yaitu memberikan nafkah sampai anak berusia dewasa dan siap mengurus hidupnya sendiri. Nafkah anak ini juga kerap menjadi salah satu tuntutan perceraian. Bahkan, meskipun istri yang menggugat cerai, biasanya terdapat tuntutan nafkah anak dan besaran nominalnya. Perceraian adalah hal yang bisa terjadi kepada siapa saja, dan harta gono gini kerap menjadi permasalahan pelik setelahnya. Cara terbaik untuk mendapatkan pembagian yang adil bisa mulai dari musyawarah. Namun, jika musyawarah tidak kunjung mencapai kesepakatan, mengajukan pembagian melalui pengadilan bisa menjadi solusi. Karena, pembagian berdasarkan putusan pengadilan akan membagi harta bersama sama rata.