Bagaimana Hak Asuh Anak dalam Perceraian? Ini Penjelasannya!
Hak asuh anak dalam perceraian sering menjadi perhatian dalam sidang. Kedua belah pihak yang bercerai seringkali berseteru untuk bisa mendapatkan hak asuh atas anak. Namun, dari segi hukum, manakah dari suami dan istri yang paling berhak mengasuh anak? Bagaimana cara hakim memutuskan atas hak asuh anak dengan tepat? Bagi Anda yang hendak bercerai atau sedang melangsungkan perceraian, tentu hak asuh anak selalu jadi perhatian. Supaya tidak salah dalam memahami hukum, sebaiknya cek dulu seperti apa ketentuannya. Hukum Hak Asuh Anak dalam Perceraian di Indonesia Perceraian di Indonesia dapat berlangsung di Pengadilan Agama jika kedua belah pihak menganut agama Islam. Satu lagi adalah perceraian melalui Pengadilan Negeri jika agama suami istri selain Islam. Oleh karena itu, hak asuh anak di Pengadilan Negeri biasanya akan mengacu pada hukum negara. Pengadilan Agama akan menetapkan hak asuh anak dalam perceraian menurut hukum Islam. Namun, tidak memungkiri juga jika Pengadilan Agama akan mempertimbangkan yang terbaik bagi Anda dengan memperhatikan kasus perceraiannya terlebih dahulu. Berikut ini dua macam hukum hak asuh anak yang ada di Indonesia: 1. Hukum Negara Hak Asuh Anak pada Kasus Perceraian Semua pasangan yang bercerai selain agama Islam akan mengikuti hukum negara atas hak asuh anak. Sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU 35/ 2014, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk dalam kandungan. Hak asuh orang tua juga tercatat dalam UU Perkawinan Pasal 45, yang bunyinya: Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Artinya, kedua orang tua memiliki kewajiban hak asuh atas anak-anaknya. Tetapi, ketika terjadi putusnya pernikahan, maka hak asuh anak dalam perceraian akan mengacu pada UU Perkawinan Pasal 41, yang bunyinya: Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya; Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Sesuai dengan UU ini, kedua belah pihak memiliki kewajiban untuk mengasuh anak secara bersama dan mendidiknya. Tidak ada penjelasan mengenai hak asuh akan jatuh ke tangan siapa ketika terjadi perceraian. Namun, hak asuh anak diperkuat dalam Putusan MA No. 102 K/Sip/1973, yang isinya, hak asuh anak jatuh ke tangan ibu kandung. Terutama jika anak masih kecil, kecuali terbukti ibu tidak wajar dalam memelihara anaknya. Jadi, hak asuh anak dalam perceraian Kristen, Katolik, Hindu, maupun Budha dapat jatuh ke tangan ibunya. Selama anak berusia masih kecil dan memelihara dengan baik. 2. Hukum Islam Hak Asuh Anak dalam Kasus Perceraian Dalam hak asuh anak dalam perceraian Islam, penjelasannya lebih spesifik. Hak asuh anak dalam Islam (hadhanah) merupakan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil baik laki-laki maupun perempuan dan belum tamyiz. Apabila terjadi perceraian dari kedua orang tuanya, maka Pengadilan Agama akan memutuskan: Anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun hak asuhnya adalah milik ibunya. Anak yang sudah mumayyiz akan diserahkan kepada anak untuk memilih ayah atau ibu untuk memeliharanya. Biaya pemeliharaan anak akan sepenuhnya ditanggung oleh ayahnya. Itu artinya, ayah akan membiayai semua kebutuhan anaknya meskipun telah bercerai, hingga anak mencapai usia dewasa. Besaran biayanya akan diputuskan oleh Pengadilan Agama dengan melihat kemampuan ayahnya. Pembagian Hak Asuh Anak sesuai Putusan Hakim Apabila merujuk pada hukum hak asuh anak dalam perceraian, maka ibu adalah pemegang utamanya. Khususnya ketika anak masih kecil atau berusia di bawah 12 tahun. Namun, hak asuh ini bisa saja berubah karena beberapa masalah. Untuk lebih memahami hak asuh anak dalam perceraian Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, berikut ini beberapa contoh pembagian yang kerap menjadi Putusan Hakim: 1. Hak Asuh Anak Usia 5 Tahun ke Bawah Hak asuh anak bayi dalam perceraian atau balita biasanya hakim akan memutuskan untuk ibunya. Ayah akan menanggung seluruh biaya pemeliharaan anak tersebut. Tapi, bukan berarti tidak ada pengecualian. Ayah bisa saja mendapatkan hak asuh ketika ibu berperilaku buruk kepada anaknya, masuk penjara, atau tidak bisa menjamin kesehatan jasmani dan rohani anaknya. Tentu saja, semua sebab ini perlu ada bukti sehingga hak asuh bisa jatuh ke tangan ayah. 2. Hak Asuh Anak saat Istri yang Meminta Bercerai Meskipun istri yang meminta cerai, hak asuh anak yang berlaku akan menyesuaikan ketentuan hukum yang berlaku. Anak sebelum usia 12 tahun akan tetap menjadi tanggung jawab ibu dan ayah yang memberikan biaya pemeliharaan. 3. Apabila Pasangan Terbukti Selingkuh yang Diketahui Anak Beda lagi jika dalam kasus perceraian, ada banyak bukti bahwa pasangan yang berselingkuh. Maka hak asuh anak bisa saja jatuh ke pasangan yang tidak selingkuh. Misalnya, istri yang terbukti selingkuh, maka bisa jadi hak asuh anak jatuh ke suami maupun sebaliknya. Bahan Pertimbangan Hakim saat Menetapkan Hak Asuh Anak Setiap menangani kasus perceraian dan terdapat hak asuh anak di dalamnya, hakim akan mempertimbangkan banyak hal sebelum menetapkan putusan. Berikut ini faktor utama yang kerap menjadi pertimbangan: 1. Usia Anak Sesuai dengan hukum yang berlaku, usia adalah faktor penting untuk menetapkan hak asuh anak. Anak yang masih berusia balita, sekolah dasar, atau yang belum mencapai 12 tahun akan diasuh oleh ibunya. 2. Kemampuan Ekonomi Orang Tua Hakim akan melihat kembali kemampuan ekonomi orang tua masing-masing untuk bisa mengasuh anak. Selain bisa memenuhi kebutuhan materiil, orang tua juga harus bisa mengasuh dengan stabil dan penuh kasih sayang. 3. Keinginan Anak Ketika anak sudah mencapai usia lebih dari 12 tahun atau 18 tahun, maka hakim akan menentukan hak asuh dengan mempertimbangkan keinginan anak. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap keputusan anak yang akan menjalani hidupnya. 4. Catatan Rekam Jejak Orang Tua Faktor yang juga penting adalah rekam jejak dari orang tua anak. Apakah pernah menjadi pecandu narkoba, pernah melakukan tindakan kekerasan, atau perilaku lain yang menyimpang. 5. Lingkungan Tempat Tinggal Orang Tua Apakah lingkungan tempat tinggal orang tua memungkinkan untuk anak tinggal, berkembang, dan bertumbuh juga jadi pertimbangan. Lingkungan ini harus bisa memberikan fasilitas pendidikan hingga kesehatan yang layak bagi anak. Penetapan hak asuh anak dalam perceraian tidaklah mudah, apalagi jika orang tua memiliki riwayat pengasuhan yang buruk. Hakimlah yang akan sepenuhnya memutuskan dengan mempertimbangkan banyak faktor.